Kamis, 10 Mei 2012

SETANGKAI DAUN SINGKONG
Menjadi Isteri, Ibu dan Pendidik anak secara professional adalah impianku. Namun ketika rizqi jodoh dan buah hati belumlah kudapatkan, aku harus terus berusaha belajar mendidik dan menyayangi anak-anak.  Ditengah kesibukanku bekerja, aku sempatkan menemani anak-anak di komplek perumahan yang kutempati. Beberapa permainan yang kudapatkan dari pengalamanku mengajar TK selama 3 tahun kuajarkan kepada mereka. Sungguh luar biasa permainan yang kuanggap sederhana, namun mereka menyambut dengan antusias yang tinggi. Mungkin karena mereka jemu dengan aktivitas bermain mereka yang cenderung monoton “Bola, Game dan Sepeda”.  Namun apa yang kulakukan membuat mereka ketagihan.  Ketika melihatku, tak peduli aku sedang capek baru pulang kerja atau sedang sibuk mengurus rumah, mereka selalu minta permainan baru.
Di Sore yang indah, ada 2 anak usia TK datang ke rumah,”Assalamu’alaikum Tante-Tante aku main sini ya”. Ketika itu aku sedang sibuk di belakang rumah membersihkan pekarangan yang telah dipenuhi rumput, ada rasa berat untuk mengiyakan mereka. Belum sempat menjawab, mereka sudah masuk ke belakang rumah.  Awalnya kumerasa terganggu dan berpikir negative, “bisa berantakan kerjaanku karena mereka”. Benar juga, mereka mulai merengek meminta aku menemani mereka main, minta minum dan memberantakan cemilan di toples.  Melihat mereka tidak kondusif  aku mengajaknya membuat kalung dari tangkai daun singkong dipekarangan. Mereka sangat antusias memetik tangkai daun singkong yang sudah menguning dan harus dibuang. Mereka memperhatikan dengan takjub bagaimana ku menyulapnya menjadi kalung.  Dengan senang hati, mereka tertawa gembira ketika menerima kalung yang kubuat dan memakainya.
Melihat mereka tenang dengan kalungnya, ku merasa lega dan melanjutkan kerjaanku. Namun baru 5 menit berlangsung ku kembali dikejutkan peretengkaran mereka. Salah satu anak merebut kalung temennya karena kalung miliknya rusak, akhirnya ada yang menangis tersandung batu, terjatuh dan berdarah kecil. Beberapa detik melihat mereka ada rasa pengin marah, namun Alhamdulillah aku segera tersadar bukankah aku ingin belajar “inilah saat yang tepat belajar, bukankah aku pernah mendapat banyak teori kesabaran ketika ku masih mengajar”. 
Dengan perasaan tenang, kutunggu mereka menyelesaikan masalah, karena tak kunjung reda akhirnya kuturun tangan. Aku praktekan teori Mengajarkan Empati yang telah kuperoleh, untuk membantu mereka menggalih masalah dan solusinya.  Hasilnya mereka saling minta maaf, menyimpulkan kalau merebut milik yang lain tidak boleh dan menemukan solusi dengan membuat kalung lagi untuk mengganti kalung yang rusak. Subhanalloh ada pelajaran yang kupetik dari kejadian ini bahwa anak –anak adalah mahluk yang pandai, kadang mereka lebih tulus daripada kita yang menyelesaikan masalah dengan ego dan sulit memaafkan kesalahan orang lain.  Sore itu aku pun tersenyum manis dan lebih tersenyum lebar  ketika mereka berkata “Tante sini aku bantuin kerjanya”.  Tak kusangka dengan bantuan mereka pekerjaanku lebih menyenangkan dan cepat selesai.  Mereka yang kupikir mengganggu, ternyata dapat membantu (Bukannya bermaksud eksplorasi anak tetangga, he he). Seperti tangkai daun singkong tua yang kelihatan tidak berguna namun dapat didaur ulang menjadi kalung yang indah, tergantung kita bagaimana memandangnya.