Menjadi
Isteri, Ibu dan Pendidik anak secara professional adalah impianku. Namun ketika
rizqi jodoh dan buah hati belumlah kudapatkan, aku harus terus berusaha belajar
mendidik dan menyayangi anak-anak.
Ditengah kesibukanku bekerja, aku sempatkan menemani anak-anak di
komplek perumahan yang kutempati. Beberapa permainan yang kudapatkan dari
pengalamanku mengajar TK selama 3 tahun kuajarkan kepada mereka. Sungguh luar
biasa permainan yang kuanggap sederhana, namun mereka menyambut dengan antusias
yang tinggi. Mungkin karena mereka jemu dengan aktivitas bermain mereka yang cenderung
monoton “Bola, Game dan Sepeda”. Namun
apa yang kulakukan membuat mereka ketagihan.
Ketika melihatku, tak peduli aku sedang capek baru pulang kerja atau sedang
sibuk mengurus rumah, mereka selalu minta permainan baru.
Di
Sore yang indah, ada 2 anak usia TK datang ke rumah,”Assalamu’alaikum Tante-Tante aku main sini ya”. Ketika itu aku
sedang sibuk di belakang rumah membersihkan pekarangan yang telah dipenuhi
rumput, ada rasa berat untuk mengiyakan mereka. Belum sempat menjawab, mereka
sudah masuk ke belakang rumah. Awalnya
kumerasa terganggu dan berpikir negative, “bisa
berantakan kerjaanku karena mereka”. Benar juga, mereka mulai merengek meminta
aku menemani mereka main, minta minum dan memberantakan cemilan di toples. Melihat mereka tidak kondusif aku mengajaknya membuat kalung dari tangkai
daun singkong dipekarangan. Mereka sangat antusias memetik tangkai daun
singkong yang sudah menguning dan harus dibuang. Mereka memperhatikan dengan
takjub bagaimana ku menyulapnya menjadi kalung.
Dengan senang hati, mereka tertawa gembira ketika menerima kalung yang
kubuat dan memakainya.
Melihat
mereka tenang dengan kalungnya, ku merasa lega dan melanjutkan kerjaanku. Namun
baru 5 menit berlangsung ku kembali dikejutkan peretengkaran mereka. Salah satu
anak merebut kalung temennya karena kalung miliknya rusak, akhirnya ada yang menangis
tersandung batu, terjatuh dan berdarah kecil. Beberapa detik melihat mereka ada
rasa pengin marah, namun Alhamdulillah aku segera tersadar bukankah aku ingin
belajar “inilah saat yang tepat belajar, bukankah
aku pernah mendapat banyak teori kesabaran ketika ku masih mengajar”.
Dengan
perasaan tenang, kutunggu mereka menyelesaikan masalah, karena tak kunjung reda
akhirnya kuturun tangan. Aku praktekan teori Mengajarkan Empati yang telah
kuperoleh, untuk membantu mereka menggalih masalah dan solusinya. Hasilnya mereka saling minta maaf,
menyimpulkan kalau merebut milik yang lain tidak boleh dan menemukan solusi
dengan membuat kalung lagi untuk mengganti kalung yang rusak. Subhanalloh ada
pelajaran yang kupetik dari kejadian ini bahwa anak –anak adalah mahluk yang
pandai, kadang mereka lebih tulus daripada kita yang menyelesaikan masalah
dengan ego dan sulit memaafkan kesalahan orang lain. Sore itu aku pun tersenyum manis dan lebih
tersenyum lebar ketika mereka berkata
“Tante sini aku bantuin kerjanya”. Tak kusangka dengan bantuan mereka
pekerjaanku lebih menyenangkan dan cepat selesai. Mereka yang kupikir mengganggu, ternyata dapat
membantu (Bukannya bermaksud eksplorasi anak tetangga, he he). Seperti tangkai
daun singkong tua yang kelihatan tidak berguna namun dapat didaur ulang menjadi
kalung yang indah, tergantung kita bagaimana memandangnya.